Replanting Kelapa Sawit – Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, menurut data dari Kementerian Pertanian (Kementan), luas perkebunan kelapa sawit mencapai 15,08 juta hektare (ha) pada 2021. Selain proses perluasan kebun kelapa sawit para pelaku usaha juga harus memperhatikan pengembangan atau peremejaan pada tanaman kelapa sawit yaitu dengan cara replanting.
Pada umumnya terdapat 2 metode replanting. Metode yang pertama adalah dengan metode chipping dan hasil chipping diserak pada gawangan mati agar mudah melapuk, sedangkan metode yang kedua adalah metode poisoning dengan cara meracun tanaman kelapa sawit dengan herbisida Glifosat 120 cc/pokok dengan cara injeksi batang.
Metode chipping mempunyai kelebihan pelapukan batang bekas tanaman tua lebih cepat dan tertutup kacangan penutup tanah sehingga dapat mencegah kumbang tanduk untuk berkembang biak, akan tetapi membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Metode poisoning cenderung membutuhkan biaya yang lebih murah dibandingkan chipping, akan tetapi sangat beresiko mengakibatkan perkembangbiakan kumbang tanduk lebih cepat dan menyerang tanaman baru.
Kumbang tanduk atau Oryctes rhinoceros adalah salah satu organisme yang menjadi hama pada tanaman jenis palmae termasuk tanaman kelapa sawit. O. rhinoceros merupakan serangga dari ordo Coleoptera dan famili Scarabaeidae. Sesuai dengan ordonya O. rhinoceros mempunyai sayap tertutup seludang, sedangkan sayap utama yang dipergunakan untuk terbang terlindungi oleh sayap yang lebih keras dan membuat cara terbang dari O. rhinoceros menjadi tidak sempurna.
Gejala serangan yang ditimbulkan akibat serangan kumbang tanduk pada tanaman muda di areal replanting mengakibatkan beberapa tanaman mengalami malformasi daun dan juga kematian tanaman baru. Gerekan kumbang tanduk pada pupus tanaman, mengakibatkan pupus tanaman menjadi patah dan kering, sehingga daun baru yang muncul akan berbelok dan keluar dari lubang bekas gerakan kumbang tanduk sehingga pucuk tanaman menjadi miring dan menyimpang dari titik utama pertumbuhan. Akibat kerusakan titik tumbuh dan malformasi daun baru, serangan kumbang tanduk juga mengakibatkan tanaman mengalami keterlambatan pertumbuhan yang nantinya akan berdampak terhadap penurunan potensi produksi pada saat memasuki masa panen perdana nantinya.
Untuk menekan kerusakan akibat serangan kumbang tanduk, maka diperlukan langkah pengendalian secara terpadu yang bertujuan untuk menurunkan populasi kumbang tanduk dengan cara fisik, mekanis, biologi dan kimia. Pengendalian yang dapat dilakukan berupa memberikan kombinasi aplikasi Deltametrin, Fungisida dan Boron cair dalam upaya perbaikan dan pecepatan pemulihan pertumbuhan nomal tanaman. Ditambah juga dengan penambahan boron cair dilakukan untuk dengan interval 3 bulan sekali agar daun baru yang tumbuh dapat segera normal, sedangkan rotasi apalikasi larutan Deltametrin dilakukan setiap 2 minggu untuk mencegah adanya serangan baru.