Pengaruh Cekaman Kekeringan Terhadap Tanaman Kelapa Sawit di Tanah Sulfat Masam

Pada perkebunan kelapa sawit faktor Iklim dan tanah memiliki peran yang besar terhadap produktifitas tanaman kelapa sawit, oleh karena itu penting untuk praktisi perkebunan memiliki perencaan yang tepat dalam menghadapi berbagai kendala terkait faktor iklim ataupun faktor tanah.

Saat ini industri kelapa sawit dihadapkan pada keterbatasan sumber daya lahan yang optimal sehingga pengelolaan komoditi tersebut mengarah ke lahan-lahan yang marginal seperti lahan gambut, sulfat masam, dan berpasir.

Salah satu lahan yang banyak diusahakan saat ini adalah areal lahan sulfat masam. Pemanfaatan lahan sulfat masam sebagai lahan marginal merupakan ekosistem yang potensial untuk dikembangkan sebagai lahan budidaya kelapa sawit (Masganti et al., 2021).

Selain tantangan dari sisi ketersediaan lahan yang ada saat ini, budidaya tanaman kelapa sawit tentunya tidak terlepas dari pengaruh iklim.

Cekaman kekeringan yang umumnya terjadi pada musim kemarau di periode Agustus – Oktober menjadi tantangan bagi praktisi perkebunan kelapa sawit, karena cekaman kekeringan akan mempengaruhi metabolisme tanaman dan berdampak terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

Gejala tanaman tercekam kekeringan beragam mulai dari patah pelepah, pelepah daun mengering, daun tombak tidak membuka, hingga gejala busuk batang dan beberapa tanaman mengalami tumbang. Selain permasalah fisiologi yang dialami oleh tanaman, cekaman kekeringan juga memiliki dampak terhadap kondisi tanah, terkhusus pada tanah sulfat masam.

Cekaman kekeringan yang terjadi pada area sulfat masam periode tertentu akan berpotensi terjadinya oksidasi pirit yang berdampak terhadap keracunan pada tanaman.  Dampak oksidasi pirit akan mengakibatkan tanaman mengalami keracunan dan pembusukan pada area perakaran (Susanto et al., 2016). Kondisi ini akan mengganggu penyerapan air dan hara dari tanah (Santoso and Susanto, 2020). Pelepah daun mengalami nekrosis, sengkleh, daun tombak tidak membuka, dan tanaman tumbang merupakan gejala yang dapat terlihat pada saat mengalami cekaman kekeringan (Santoso and Susanto, 2020). Penurunan muka air tanah pada saat cekaman kekeringan di area sulfat masam berpotensi lapisan pirit berada pada kondisi aerobic dan teroksidasi kepermukaan tanah.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya oksidasi pirit pada permukaan tanah selama musim kemarau diantaranya melakukan water management yang baik seperti pembuatan parit, pompa air, dan bendungan air untuk dapat menjaga ketersediaan air dan tinggi muka air pada areal sulfat masam. Selain itu, pengelola perkebunan kelapa sawit juga dapat melakukan kegiatan pencucian parit secara berkala pada parit-parit di blok tanam, proses pencucian dapat meningkatkan pH tanah dan menurunkan larutan besi. Pemberian bahan organik pada tanah juga dapat membantu menetralkan racun dan kemasaman pada tanah selain sebagai bahan amelioran tanah (Fahmi dan Noor, 2022). Beberapa bahan organik yang dimanfaakan oleh Sulung Research Station untuk membantu pengelolaan lahan sulfat masam diantaranya janjang kosong, abu boiler dan abu janjang.

 

Sulung Research Station sebagai lembaga penelitian milik PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk., terus mengupayakan dan memberikan rekomendasi terkait pengelolaan lahan sulfat masam sebagai bentuk kepeduliaan terhadap lingkungan dan menjaga keberlangsungan usaha perkebunan kelapa sawit milik PT SSMS Tbk.

Share