Berbicara mengenai ekosistem perkebunan kelapa sawit erat kaitannya dengan keanekaragaman hayati yang ada didalamnya. Keanekaragaman hayati tersebut membentuk asosiasi yang saling membutuhkan satu sama lain diantaranya faktor abiotik dan biotik. Tanah sebagai salah satu komponen abiotik merupakan sumberdaya alam yang sangat mempengaruhi kehidupan dan secara khusus merupakan habitat yang sangat penting bagi fauna yang ada didalamnya. Secara tidak langsung, juga berpengaruh pada proses pertumbuhan tanaman karena fauna yang ada dalam tanah dapat mendekomposisi bahan organik dengan cepat. Dengan tersedianya bahan organik dalam tanah secara optimal maka akan berdampak pada ketersediaan hara pembentukan sifat fisik, biologi dan kimia tanah.
Kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2%. Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun (Musthafa, 2007). Dengan demikian penting adanya fauna tanah sebagai organisme yang mampu membantu mendekomposer bahan organik tersebut dan penting bagi para praktisi perkebunan mengetahui kompleksitas fauna yang ada dalam tanah.
Fauna tanah merupakan salah satu kelompok organisme dekomposer karena beberapa jenis fauna dapat memakan bagian tanaman diatas akar dan ada juga yang memakan serasah tanaman yang sudah mati. Fauna tanah juga dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuhnya, diantaranya megafauna, makrofauna, mesofauna dan mikrofauana.
Fauna tanah yang di kelompokan kedalam megafauna adalah, fauna yang memiliki ukuran tubuh diatas 10 cm, seperti kelompok hewan pengerat, serangga tanah, cacing, kelompok kumbang tanah, dan sebagainya. Peran hewan megafauna adalah sebagai dekomposer awal bakal bahan organik seperti sisa-sisa tanaman, biji tanaman, daun, dan buah yang terjatuh di tanah. Selain itu megafauna juga berperan sebagai perantara dan penyebaran tanaman, melalui benih yang terbawa oleh hewan ataupun biji yang tidak tercerna dengan sempurna dalam pencernaan hewan dan keluar dalam bentuk kotoran.
Sementara makrofauna adalah fauna yang berukuran lebih dari dari 1 cm ukurannya seperti Arthpoda dan Arachnida (Suin, 2006). Makrofauna tanah akan meremahremah substansi nabati yang mati, kemudian bahan tersebut dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Butiran kotoran tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran pula, sebab kotoran organisme perombak ini juga akan ditumbuhi bakteri. Bahan-bahan ini akan dirombak oleh mikroorganisme, terutama bakteri, untuk diuraikan lebih lanjut dengan bantuan enzim spesifik sehingga terjadi proses mineralisasi (Arief, 2001).
Mesofauna adalah kelompok fauna yang memiliki ukuran tubuh antara 200 mikron sampai dengan 1 cm seperti Collembola dan Acarina. Mesofauna bekerja memakan bahan-bahan seperti serasah kayu dan akar serta kotoran hasil pencernaan dari makrofauna. sehingga menjadi fragmen berukuran kecil yang siap untuk didekomposisi oleh mikroba tanah (Handayanto, 1996).
Mikrofauna memiliki ukuran kurang dari 200 mikron seperti Protozoa dan nematoda, selain itu juga ada mikroorganisme yang diidentifikasikan diluar fauna seperti jamur dan bakteri yang memiliki peran sama dengan mikrofauna dalam melakukan penguraian lebih lanjut dari bahan-bahan hasil pelapukan ataupun hasil pencernaan hewan, dengan menghasilkan enzim dan metabolisme lainnya yang fungsinya beragam, mulai sebagai pendekomposer bahan organik, peningkat dan pemfiksasi unsur hara, pengatur pH tanah, sampai berperan sebagai perlindungan tanaman dari seranga patogen tanah.
Sulung Research Station menyediakan layanan jasa konsultasi agronomi, bantuan teknis dan analisa laboratorium untuk meningkatan produktivitas tanaman kelapa sawit. Informasi lebih lanjut dapat mengunjungi website srs.ssms.com dan juga media sosial SRS seperti Instagram, Facebook, Linkedln, dan Youtube.