Keberhasilan budidaya tanaman kelapa sawit tidak terlepas dari faktor biotik dan abiotik. Salah satu faktor abiotik yang berperan penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah jarak tanam. Penentuan jarak tanam yang tepat pada penanaman kelapa sawit merupakan salah satu langkah pertama yang dilakukan untuk menentukan keberhasilan produktivitas tanaman kelapa sawit dalam jangka waktu yang panjang. Jarak tanam merupakan pola pengaturan jarak tanam antar tanaman dalam bercocok tanam yang terdiri dari baris dan deret.
Pengaturan jarak tanam perlu diperhatikan karena jarak tanam berkaitan langsung dengan kondisi iklim dan lama penyinaran matahari. Pada kasus beberapa di lapangan, kebanyakan petani kebun rakyat tidak memperhatikan pola penanaman, jarak tanam serta teknik penanaman. Sehingga, hal tersebut yang menjadi penyebab produksi kelapa sawit rakyat menjadi tidak maksimal. Penanaman dengan jarak tanam yang rapat akan berdampak pada produksi buah, karena dengan jarak tanam yang rapat menyebabkan tingginya kelembaban udara yang menimbulkan penyakit pada tanaman (Cahyono, 2003 ; Hayata et al., 2020). Selain itu, pada jarak tanam yang rapat, ruang untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit menjadi sempit dan terbatas, sehingga terjadi persaingan antar tanaman untuk memperoleh unsur hara dan sinar matahari. Sementara, tanaman kelapa sawit membutuhkan lama penyinaran matahari berkisar 5 – 7 jam/hari.
Jarak tanam yang rapat pada tanaman kelapa sawit juga akan menyebabkan masalah seperti pelepah saling menutupi dengan batang pohon yang bersebelahan, tegaknya pelepah akan menyebabkan terganggunya penyerbukan dan perkembangan tandan buah, bakal buah menjadi gugur sebelum waktunya, batang pohon tidak kokoh dan lebih kecil dari yang normal. Kondisi jarak tanam yang rapat tersebut akhirnya dapat menyebabkan tanaman mengalami etiolasi.
Etiolasi merupakan suatu kondisi dimana hormon auksin mengalami peningkatan akibat kurangnya intensitas cahaya matahari sehingga memicu jaringan apikal maristem pada pucuk tanaman untuk bertumbuh sebagai bentuk respon tanaman agar mendapatkan cahaya matahari (Effendy et al., 2020).
Sedangkan Jarak tanam kelapa sawit yang terlalu jauh akan menyebabkan proses evaporasi pada tanah dan lama penyinaran matahari dimanfaatkan oleh gulma, sehingga terjadi persaingan antara gulma dengan tanaman kelapa sawit itu sendiri. Selain itu, penanaman dengan jarak tanam yang terlalu jauh tentu tidak efektif dan efisien dari segi ekonomi, karena banyak ruang atau areal yang akhirnya tidak dapat di maksimalkan.
Perlu diketahui bahwa idealnya jarak tanam untuk tanaman kelapa sawit yaitu 9 x 9 m, 8 x 8 m dengan bentuk model penanaman yaitu segitiga sama sisi atau persegi. Penentuan jarak tanam sebaiknya juga memperhatikan hal-hal lain seperti elevasi lahan, topografi lahan, tingkat kesuburan tanah, jenis dan karakteristik bahan tanam, dan kondisi setempat.
Dalam memulai penetuan jarak tanam akan lebih baik apabila pengelola perkebunan kelapa sawit dapat merencanakan management lahan dengan baik, maka dari itu perlu dilakukan terlebih dahulu survei lahan agar dapat mengetahui kondisi dan karakteristik lahan yang akan ditanami, sehingga jarak tanam akan lebih sesuai dengan kondisi, karakteristik, dan potensi lahan.
Sulung Research Station dapat memberikan pelayanan dalam bentuk konsultasi agronomi, bantuan teknis, hingga survei lahan dalam membantu pengelola perkebunan kelapa sawit dalam perencanan jarak tanam dan management lahan, dengan jarak tanam kelapa sawit yang tepat diharapkan tanaman mampu tumbuh secara optimal dan mengahasilkan produksi kelapa sawit terbaik.