Penyerbukan Kelapa Sawit – Tanaman kelapa sawit sebagai tanaman berumah satu yang memiliki bunga jantan dan bunga betina berada pada tandan yang terpisah menyebabkan penyerbukan sangat bergantung kepada polinator sebagai perantara. Dahulunya industri perkebunan kelapa sawit sangat bergantung kepada angin ataupun dengan bantuan tenaga manusia untuk dapat melakukan penyerbukan pada bunga kelapa sawit.
Kondisi perkebunan kelapa sawit indonesia yang saat itu yang hanya mengandalkan angin dan polinasi buatan dengan tenaga manusia tentunya membutuhkan usaha dan biaya yang besar, dan nilai fruitset kelapa sawit juga rendah karena polinasi tidak terjadi secara efektif dan efisien.
Maka dari itu telah banyak dilakukan penelitian terkait peran serangga yang dianggap dapat lebih efektif dan efisien untuk berperan sebagai polinator bunga kelapa sawit. Telah banyak dilakukan peneletian terhadap peran berbagai serangga yang dapat berperan sebagai polinator bunga kelapa sawit di beberapa negara Afrika dan Amerika Tengah.
Pada penelitian yang dilakukan di perkebunan kelapa sawit Costa Rica sebelah selatan menunjukkan bahwa ada 11 serangga yang mengunjungi bunga kelapa sawit yaitu E. kamerunicus, 5 spesies lalat, 2 spesies tabuhan dan satu spesies semut. Serangga yang paling dominan adalah E. kamerunicus, kemudian diikuti oleh kelompok semut, lalat dan tabuhan. Lebah akan mengunjungi bunga betina ketika serangga dominan lainnya sedikit.
Beberapa spesies kumbang dari genus Elaeidobius juga mampu berperan sebagai polinator bunga kelapa sawit, seperti E. kamerunicus, E. plagiatus, E. subvittatus dan E. singularis, namun dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan di beberapa negara menunjukan serangga yang paling efektif sebagai polinator bunga kelapa sawit adalah E. kamerunicus.
Pada penelitian yang dilakukan di Malaysia pada tahun 1981 telah dilaporkan E. kamerunicus mampu meningkatkan nilai fruitset kelapa sawit dari 44% menjadi 75%, terjadi peningkatan jumlah tandan sebesar 23%, dan peningkatan produksi CPO mencapai 20%.
Di Indonesia sendiri dahulu juga telah mengandalkan serangga polinator lain, yaitu Thrips hawainensis, tetapi serangga ini dinilai masih kurang efektif, karena tidak dapat menyerbuki bunga kelapa sawit secara sempurna.
Upaya peningkatan produktivitas kelapa sawit dimulai sejak awal tahun 1982, serangga E. kamerunicus dibawa ke indonesia dan dan selanjutnya dilakukan pengkarantinaan, pengawasan dan penelitian terhadap dampak negatif dan 7 positifnya, serta perkembangbiakan dan penyebaran ke perkebunan-perkebunan kelapa sawit
Hasil uji kekhususan inang yang dilakukan terhadap 47 spesies tanaman menunjukkan bahwa kumbang E. kamerunicus hanya memakan bunga tanaman kelapa sawit Elaeis guineensis, Elaeis oleifera, dan kelapa (Cocos nucifera), akan tetapi kumbang hanya meletakan telurnya pada kedua varietas kelapa sawit tersebut (E. guineensis dan E. oleifera).
Serangga ini juga tidak bersifat hama tanaman maupun vektor penyakit tanaman. E. kamerunicus disebar secara resmi pertama kali di Indonesia oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Tanaman Keras, pada tanggal 26 Maret 1983,berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 172/KPTS/Um/1983 tertanggal 10 Maret 1983. Pengamatan selama 5 tahun mulai dari tahun 1983-1987 terhadap dampak positif introduksi E. kamerunicus adalah terjadinya peningkatan nilai fruit set kelapa sawit hingga lebih dari 37%.