Tanaman kelapa sawit, sebagaimana tanaman tahunan lainnya yang diusahakan secara monokultur, dan terus dikembangkan secara besar-besaran oleh Perusahaan sebagai tanaman perkebunan akan menimbulkan masalah baru yakni tanaman sangat rawan terhadap serangan hama. Faktor lingkungan (iklim) yang sesuai serta ketersediaan makanan yang berkesinambungan dengan mutu yang baik merupakan faktor pendorong lajunya perkembangan populasi ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) menjadi eksplosif dan dapat merugikan secara ekonomis.
UPDKS telah menimbulkan masalah yang berkepanjangan, eksplosif dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan kehilangan daun (defoliasi) tanaman yang berdampak langsung pada penurunan produksi. Kehilangan produksi akibat serangan ulat api Setothosea asigna pada intensitas serangan berat (defoliasi hampir 100%) dapat mencapai 70% pada tahun pertama dan dapat menjadi 90% pada tahun kedua jika serangan berlanjut (Sudharto et al., 2003). Kehilangan daun 45%-95% akibat serangan Darna trima dapat menurunkan produksi 27%-60% pada tahun pertama setelah serangan (Lubis, 2002 ; 2008).
Ulat api merupakan jenis ulat pemakan daun kelapa sawit yang paling sering menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa sawit. Jenis-jenis ulat api yang paling banyak ditemukan adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. Jenis yang jarang ditemukan adalah Thosea vestusa, Thosea bisura, Susica pallida dan Birthamula chara. Jenis ulat api yang menjadi hama utama di Citra Borneo Indah beberapa tahun terakhir adalah Setora nitens.
Kejadian ledakan hama ulat api tidak terjadi secara tiba-tiba melainkan bisa diduga dengan sistem pengamatan yang rutin dan baik. Semakin cepat diketahui gejala kenaikan jumlah populasi hama, akan semakin mudah pula untuk dikendalikan dan luas areal yang terserang akan lebih terbatas. Tindakan pengamatan rutin tersebut akan menyebabkan kenaikan biaya, tetapi pada akhirnya tindakan tersebut memungkinkan untuk menghemat biaya pengendalian dan mempertahankan produksi (karena berkurangnya kerusakan yang disebabkan oleh serangan hama tersebut).
Dalam pengendalian ulat pemakan daun secara dini perlu diketahui cara mendeteksi keberadaan hama, kriteria atau batasan-batasan yang digunakan perlu tidaknya dilakukan suatu pengendalian, organisasi serta tehnik-tehnik pemantauan yang perlu dilakukan. Usaha ini yang disebut dengan sistem Pemantauan Perkembangan populasi Hama Secara Dini atau Early Warning System (EWS).
Adapun tahapan penerapan EWS dilapangan ialah mendeteksi keberadaan hama, melakukan sensus serangan hama terhadapan tanaman kelapa sawit, eksaminasi hama setelah pengendalian dan evaluasi hasil pengendalian. Tahapan tersebut dapat dilihat pada gambar 1.
Berdasarkan alur penerapan EWS tersebut langkah pertama ialah mendeteksi tanpa adanya jadwal khusus artinya ketika petugas kebun melihat tanda – tanda serangan hama maka wajib melaporkan kepada mandor. Kemudian deteksi terjadwal, langkah ini dilakukan oleh tim hama penyakit tanaman yang diterjunkan khusus ke lapanagan untuk melakukan pengecekan terhadap areal kebun yang terkena serangan hama.
Penerapan selanjunya ialah sensus yang dilakukan dengan tujuan untuk menghitung berapa besarnya populasi, tingkat stadia perkembangan hama dan menghitung persentasi hidup atau mati hama tersebut. Lokasi titik sensus ditentukan oleh pola penyebarannya. Jika pola penyebarannya sporadis, penentuan titik sensus dilakukan di pusat area serangan dan jika pola penyebaranya bersifat merata, penentuan titik sensus dilakukan secara sistematis.
Ketika sampel hama sudah terkumpul pada saat melakukan sensus, tahap selanjutnya adalah eksaminasi atau pengamatan sampel dengan tujuan untuk menentukan status faktor musuh alami di daerah serangan. Jika didapati faktor musuh alami yang cukup efektif untuk menekan populasi hama maka tidak diperlukan tindakan apapun. Sebaliknya jika kematian hama oleh faktor musuh alami kurang atau tidak ada maka segera dilakukan tindakan pengendalian.
Pengendalian dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan populasi hama sampai pada tingkat yang tidak merugikan secara ekonomi. Pengendalian pada kasus ini dapat dilakukan dengan penggunaan insektisida sitematik dan insektisida biologi tergantung seberapa besar tingkat serangan hama UPDKS di lapangan.
Kemudian tindakan evaluasi setelah pengendalian penting dilakukan dengan cara menyensus ulang untuk mengetahui berhasil atau tidaknya suatu pengendalian. Sensus ulang dilakukan 1 minggu untuk insektisida kontak, 2 minggu untuk insektisida sistemik dan insekstisida biologi. Pengendalian dianggap berhasil jika persentase sukses mencapai 98%.
Tahapan terakhir adalah monitoring, dalam tahapan ini terdapat Kartu Monitor Pengendalian Hama dirancang untuk memonitor semua kegiatan pengendalian hama pada setiap blok dari semua afdeling. Kartu Monitor Pengendalian Hama harus ditampilkan disetiap kantor afdeling. Hal ini sangat berguna untuk mengingatkan Assisten kalau ada kegiatan di blok yang terlupakan.
Sulung Research Station sebagai lembaga penelitian milik PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk, akan terus memantau dan memberikan rekomendasi pengendalian hama UPDKS dalam penerapan EWS di areal perkebunan kelapa sawit yang dikelola.